Selasa, 21 Februari 2017

Kemuliaan orang-orang yang berpuasa dari umat Nabi Muhammad SAW Bagian 2




Bagi mereka (orang-orang yang berpuasa) Allah SWT juga meng­khususkan keistimewaan lain, yaitu Allah SWT membuat puasa mere­ka sebagai benteng yang melindungi mereka dari api neraka. Selain itu puasa pun menjadi penyekat yang menjauhkan mereka dari berbagai macam gangguan nafsu selera. Mengenai itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah me­negaskan:

اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ حَصِيْنَةٌ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah benteng yang tangguh terhadap api neraka.” (Diriwa­yatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Baihaqi).
Kemudian Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjelaskan kepada kita (umatnya), se­sungguhnya puasa yang bagaimanakah yang dapat membentengi pengamalnya dari api neraka? Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjelaskan:

الصيام جنّة من النار فمن أصبح صائما فلا يجهل يومئذ عليه وان امرؤ جهل عليه فلا يشتمه ولا يسبّه وليقل إنّي صائم

Puasa adalah benteng (yang melindungi pengamalnya) dari api neraka seperti benteng yang melindungi kalian dari pertempuran (serangan musuh), selagi benteng itu tidak dibakar dengan kebo­hongan dan pergunjingan.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Dengan penjelasan itu seolah-olah beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hendak mengatakan, bahwa yang dimaksud puasa dalam hal itu ialah puasanya orang yang dapat menghindari perbuatan durhaka (maksiat), baik yang berupa per­buatan maupun ucapan. Oleh karena itu beliau menekankan, agar orang yang berpuasa jangan sampai berbuat menyimpang dari jalan yang men­datangkan fadhilah. Selain itu ia pun harus dapat menjauhi perilaku yang dapat menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan yang rendah dan nista. Dengan demikian maka puasa yang diamalkan itu benar-benar menjadi benteng tempat berlindung. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menyatakan:
“Puasa adalah benteng (perlindungan) dari api neraka. Orang yang pagi harinya berpuasa hendaknya tidak lupa bahwa hari itu ia ber­puasa. Jika ada orang lain yang tidak tahu bahwa ia berpuasa (lalu mengganggu), janganlah ia (yang berpuasa itu) mencaci maki dan mencercanya. Hendaknya ia berkata (saja), ‘Aku berpuasa.'” (Diri­wayatkan oleh An-Nasa’i).

Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar